Makalah Ilmu Kesehatan Anak
“Tetanus Neonatorum”
Oleh :
Nama : syntia umbur
Nim : 11 02 0061
Nama : syntia umbur
Nim : 11 02 0061
YAYASAN HUSADA MANDIRI POSO
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN
Sekretariat
: jl. P kalimantan. Telp (0452)22435 poso
BAB
I
PENDAHULUAN
TETANUS
neonatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi pada bayi yang berusia
dibawah 28 hari, bila tidak ditangani dengan baik,
penyakit ini dapat menyebabkan terjadinya kematian pada bayi. Di Indonesia,
angka kejadian dan kematian akan penyakit ini masih tinggi, dimana Indonesia
tercatat sebagai negara ke-5 diantara 10 negara berkembang yang angka kematian
tetanus neonatorumnya tinggi. Pada tahun 1992 jumlah kematian tetanus
neonatorum di Indonesia sebesar 7,3%, angka tersebut cukup tinggi bila
dibandingkan dengan negara tetangga yakni Vietnam yang memiliki jumlah kematian
tetanus neonatorum sebesar 4,2% pada tahun yang sama. Pada bayi baru lahir,
Spora Clastridium tetani dapat masuk kedalam tubuh karena faktor pencemaran
lingkungan fisik dan biologik, faktor alat pemotongan tali pusat, faktor cara
perawatan tali pusat, faktor kebersihan tempat pelayanan persalinan dan yang
terakhir adalah faktor imunisasi ibu. Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang
buruk akan menyebabkan clostridium tetani lebih mudah berkembang biak.
Kebanyakan penderita dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di
lingkungan yang kotor. Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali
pusat juga seringkali meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus
neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-negara berkembang dimana
bidan-bidan yang melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan
seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali bayi baru lahir. Cara
perawatan tali pusat dengan teknik tradisional seperti menggunakan ramuan untuk
menutup luka tali pusat dengan kunyit dan abu dapur, kemudian tali pusat
tersebut dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril, serta
tempat pelayanan persalinan yang tidak bersih dan steril, dan juga keadaan
kekebalan ibu terhadap tetanus, merupakan faktor-faktor yang berperan untuk
meningkatkan risiko terjadinya neonatus neonatorum.
Pencegahan tetanus
neonatorum dapat dilakukan dengan mengeliminasi faktor-faktor risiko yang ada.
Pendekatan pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
lingkungan. Pemotongan dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat yang
steril. Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan persalinan perlu
dilakukan dengan mengurangi kontaminasi spora pada saat proses persalinan,
pemotongan dan perawatan tali pusat. Selain persalinan yang bersih dan
perawatan tali pusat yang tepat, pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan
dengan pemberian imunisasi TT kepada ibu hamil. Pemberian imunisasi TT minimal
dua kali kepada ibu hamil dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus
neonatorum.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pengertian
tetanus neonatorum
Tetanus
neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang
dapat dicegah namun dapat berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi
eksotoksin dari kuman Clostridium tetani gram positif, dimana
kuman ini mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem syaraf pusat.
Masa
inkubasi kuman 3-28 hari, namun biasanya 6 hari, dimana kematian 100% terjadi
terutama pada masa inkubasi < 7 hari.
Faktor
predisposisi
- Adanya spora tetanus
- Adanya jaringan yang mengalami injury, mislanya pemotongan tali pusat
- Kondisi luka tidak bersih, yang memungkinkan perkembangan mikroorganisme host yang rentan
Faktor
resiko
- Imunisasi TT tidak dilakukan/tidak sesuai dengan ketentuan program
- Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai APN
- Perawatan tali pusat tidak memenuhi standar kesehatan
Pencegahan
- Imunisasi TT
- Memperhatikan sterilitas saat pemotongan dan perawatan tali pusat
Kekebalan
diperoleh melalui imunisasi TT
Sembuh
tidak berarti kebal terhadap tetanus
Toksin
tetanus ;
- Menyebabkan penyakit tetanus
- Tidak cukup merangsang pembentukan zat antibody terhadap tetanus
- Harus tetap imunisasi TT
Imunisasi
TT merangsang pembentukan antibody spesifik yang mempunyai peranan penting
dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT,
sehingga terbentuk antibody dalam tubuhnya. Antibody tetanus termasuk golongan
Ig G, melewati sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke
seluruh tubuh janin yang dapat mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
Patofisiologi
penyakit tetanus neonatorum
Kuman tetanus masuk kedalam
tubuh bayi melalui tali pusat yang dipotong menggunakan alat yang tidak steril
atau pada tali pusat yang dirawat tidak steril. Awalnya kuman masuk dalam
bentuk spora,kemudian bila didaerah tali pusat tidak mengandung oksigen yang
cukup maka spora akan berkembang menjadi bentuk vegetatif yang dapat
menghasilkan racun(toksin).
Toksin tersebut dapat
menghancurkan sel darah merah,merusak leukosit,menyerang sistem syaraf dan
merupakan tetanospasmin,yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat
menyebabkan kekakuan/ketegangan dan spasme otot. Kekakuan dimulai pada tempat
masuknya kuman.
Jika toksin masuk ke
sum-sum tulang belakang maka terjadi kekakuan yang semakin berat pada anggota
gerak ,otot-otot bergaris di dada,perut dan timbul kejang ke seluruh tubuh,jika
toksin mencapai sistem syaraf pusat,toksin pada sistem saraf otonom juga
berpengaruh,sehingga terjadi gangguan pada
pernafasan,metabolisme,hormonal,saluran cerna,saluran kemih dan
neomuskular,penyempitan jalan nafas,hipertensi,gangguan irama jantung,demam
tinggi merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom.
Gejala Yang Ditimbulkan
Gejala klinis yang sering dijumpai pada
tetanus neonatorum seperti:
a. Susah membuka mulut (trismus), terjadi karena adanya kekakuan pada otot mengunyah (masseter). Trismus pada neonatus, tidak sejelas pada anak dan orang dewasa karena kekakuan pada otot leher lebih kuat yang menarik sudut mulut agak ke bawah sehingga mulut agak menganga. Keadaan ini menyebabkan mulut ''mencucu'' seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menetek.
b. Wajah tampak meringis/ mengkerut (Risus sardonikus), terjadi karena adanya kekakuan pada otot mimik muka, dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.
c. Kekakuan pada otot yang menunjang tubuh (opisthotonus) seperti otot punggung, otot bahu, dan otot leher. Kekakuan yang berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan tulang belakang. Secara klinik gejala ini dapat dikenali dengan cara mudahnya memasukkan tangan pemeriksa pada lengkungan busur tersebut.
d. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita merasakan keterbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari kelima perlu diwaspadai timbulnya perdarahan paru (pada neonatus) atau bronchopneumonia.
e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek tetanospamin (toksin tetanus) dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut jantung menurun, atau kadar denyut jantung meningkat. Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan kekakuan otot polos sehingga anak tidak bisa buang air kecil.
f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya. Lambat laun, ''masa istirahat'' kejang semakin pendek sehingga menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh menint tanpa diselangi oleh masa sadar dan bila hal ini berlanjut dapat menyebabkan kematian.
a. Susah membuka mulut (trismus), terjadi karena adanya kekakuan pada otot mengunyah (masseter). Trismus pada neonatus, tidak sejelas pada anak dan orang dewasa karena kekakuan pada otot leher lebih kuat yang menarik sudut mulut agak ke bawah sehingga mulut agak menganga. Keadaan ini menyebabkan mulut ''mencucu'' seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menetek.
b. Wajah tampak meringis/ mengkerut (Risus sardonikus), terjadi karena adanya kekakuan pada otot mimik muka, dimana dahi bayi kelihatan mengerut, mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke bawah.
c. Kekakuan pada otot yang menunjang tubuh (opisthotonus) seperti otot punggung, otot bahu, dan otot leher. Kekakuan yang berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan tulang belakang. Secara klinik gejala ini dapat dikenali dengan cara mudahnya memasukkan tangan pemeriksa pada lengkungan busur tersebut.
d. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita merasakan keterbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari kelima perlu diwaspadai timbulnya perdarahan paru (pada neonatus) atau bronchopneumonia.
e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan yang terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas. Efek tetanospamin (toksin tetanus) dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti kadar denyut jantung menurun, atau kadar denyut jantung meningkat. Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam dan kekakuan otot polos sehingga anak tidak bisa buang air kecil.
f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya. Lambat laun, ''masa istirahat'' kejang semakin pendek sehingga menyebabkan status epileptikus, yaitu bangkitan epilepsi berlangsung terus menerus selama lebih dari tiga puluh menint tanpa diselangi oleh masa sadar dan bila hal ini berlanjut dapat menyebabkan kematian.
Prognosa
- Bayi mengalmi panas atau peningkatan suhu (prognosa buruk)
- Bayi dapat bertahan lebih dari 4 hari (dapat disembuhkan)
- Untuk penyembuhan sempurna membutuhkan waktu beberapa minggu
- Angka mortalitas 30%
- Penyakit ini fatal pada BBLR
Penanganan
- Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan antispasmodik
- Membersihkan jalan nafas agar bayi dapat menghirup udara dengan bebas
- Pemasangan spatel lidah yang dibungkus dengan kain untuk mencegah lidah tergigit
- Mencari tempat masuknya spora tetanus pada tali pusat atau telinga
- Mengobati penyebab tetanus dengan antibiotika
- Melakukan perawatan yang adekuat, dengan pemberian oksigen, nutrisi serta menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
- Ditempatkan di ruang tenang dengan sedikit sinar
BAB III
KESIMPULAN
TETANUS
neonatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi pada bayi yang berusia
dibawah 28 hari, bila tidak ditangani dengan baik,
penyakit ini dapat menyebabkan terjadinya kematian pada bayi. Pada bayi baru
lahir, Spora Clastridium tetani dapat masuk kedalam tubuh karena faktor
pencemaran lingkungan fisik dan biologik, faktor alat pemotongan tali pusat,
faktor cara perawatan tali pusat, faktor kebersihan tempat pelayanan persalinan
dan yang terakhir adalah faktor imunisasi ibu. Pencegahan tetanus neonatorum
dapat dilakukan dengan mengeliminasi faktor-faktor risiko yang ada. Pendekatan
pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan.
Pemotongan dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat yang steril.
Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan persalinan perlu dilakukan
dengan mengurangi kontaminasi spora pada saat proses persalinan, pemotongan dan
perawatan tali pusat. Selain persalinan yang bersih dan perawatan tali pusat
yang tepat, pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi TT kepada ibu hamil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar